Rabu, 10 Februari 2021

Bank Sentral, Sistem Pembayaran, dan Alat Pembayaran dalam Perekonomian Indonesia

 BANK SENTRAL

Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral di Indonesia. Sebagai salah satu sumber belajar dan dalam rangka melaksanakan program edukasi masyarakat mengenai bidang tugas Bank Indonesia, BI menerima kunjungan masyarakat (lembaga pendidikan, instansi, perusahaan dll).

Dalam struktur moneter, fungsi bank sentral adalah sebagai pengendali peredaran uang. Fungsi tersebut antara lain:

a. Bank sirkulasi

Bank sentral adalah pemegang hak tunggal (hak oktroasi) dalam pengedaran uang kertas dan uang logam sebagai alat pembayaran yang sah.

b. Banker’s Bank

Bank sentral adalah bankir dari bank-bank. Dalam hal ini, bank sentral berkedudukan sebagai salah satu sumber dana bagi bank lain.

c. Lender of last resort

Bank sentral adalah pemberi pinjaman pada tingkat terakhir. Artinya, bank sentral dapat memberikan pinjaman kepada bank dalam bentuk fasilitas kredit likuiditas darurat.

1) Status dan Kedudukan Bank Indonesia 

a. Sebagai lembaga negara yang independen 

UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/2009 ini memberikan status dan kedudukan BI sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

b. Sebagai badan hukum 

Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

2) Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia 

a. Visi Bank Indonesia Menjadi bank sentral digital terdepan yang berkontribusi nyata terhadap perekonomian nasional dan terbaik di antara negara emerging markets untuk Indonesia maju. 

b. Misi Bank Indonesia 

1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter dan bauran Kebijakan Bank Indonesia; 

2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan; 

3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis lain; 

4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui sinergi bauran Kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural Pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain;

5. Turut meningkatkan pendalaman pasar keuangan untuk memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan mendukung pembiayaan ekonomi nasional; 

6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di tingkat daerah; 

7. Mewujudkan bank sentral berbasis digital dalam kebijakan dan kelembagaan melalui penguatan organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem informasi yang andal, serta peran internasional yang proaktif.

Tujuan dan Tugas Bank Indonesia 

a. Tujuan Tunggal 

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. 

b. Tiga Pilar Utama 

Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Berikut tugas dan fungsi Bank Indonesia yang telah dituangkan dalam bentuk gambar berisi tiga pilar.

1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

3) Stabilitas sistem keuangan

SISTEM PEMBAYARAN

Sistem pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Kelancaran sistem pembayaran dalam suatu perekonomian akan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Indonesia.

Berdasarkan alat yang digunakan dalam sistem pembayaran, secara umum alat pembayaran dapat terbagi atas:

a. Alat pembayaran tunai, yaitu pembayaran yang menggunakan uang kartal/uang tunai yang meliputi Uang Kertas (UK) dan Uang Logam (UL).

b. Alat pembayaran nontunai, yaitu pembayaran yang menggunakan berbagai media atau instrumen selain uang tunai, seperti kartu kredit, ATM, kartu debet, dan uang elektronik.

lima peranan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran yakni sebagai berikut:

a. Regulator

Bank Indonesia berperan dalam membuat peraturan-peraturan yang mendukung kelancaran sistem pembayaran. Contohnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana dan Surat Edaran (SE) Nomor 15/23/DASP tanggal 27 Juni 2013 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana yang diantaranya menegaskan bahwa penyelenggaraan transfer dana harus Badan Hukum Indonesia.

b. Perizinan

Bank Indonesia berperan dalam memberikan izin terhadap pihak- pihak yang terlibat dalam pelaksanaan sistem pembayaran. Seperti izin terhadap lembaga yang akan melakukan kegiatan transfer dana, Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), dan uang elektronik.

c. Pengawasan

Agar kegiatan pembayaran berjalan dengan baik, maka Bank Indonesia perlu melakukan pengawasan. Kegiatan pengawasan dilakukan terhadap proses pembayaran maupun terhadap aktivitas para pelaku yang terlibat dalam sistem pembayaran. Dalam menjalankan fungsi pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran, melalui kegiatan monitoring (pemantauan) penilaian dan melakukan upaya yang mendorong penyelenggaraan Sistem Pembayaran ke arah yang lebih baik.

d. Operator

Bank Indonesia menyediakan layanan sistem pembayaran yakni Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, mulai 31 Mei 2013 batas nilai nominal transfer kredit yang dapat dikliringkan melalui kliring kredit dalam penyelenggaraan SKNBI mengalami peningkatan menjadi maksimal Rp500.000.000,00 Adapun untuk Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), BI menyediakan layanan sarana penatausahaan dan setelmen surat berharga.

e. Fasilitator

Agar penyelenggaraan sistem pembayaran semakin aman dan efisien, maka Bank Indonesia memfasilitasi pengembangan sistem pembayaran oleh industri yang bergerak dalam bidang jasa keuangan. Selain melaksanakan peran sebagaimana digambarkan dalam bagan di atas, Bank Indonesia juga melakukan transaksi-transaksi seperti operasi pasar terbuka, menyelesaikan tagihan-tagihan, serta transaksi yang terkait dengan rekening Pemerintah dan lembaga keuangan internasional yang ada di Bank Indonesia. Bank Indonesia juga berperan sebagai pengguna dan sebagai anggota sistem pembayaran.

3. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Bank Indonesia

Penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan dua cara, yakni;

Pertama, transaksi yang bernilai besar (high value) diselenggarakan dengan menggunakan perangkat Bank Indonesia Real Times Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS);

Kedua, transaksi yang bernilai kecil (retail value) diselenggarakan dengan menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

Transaksi pembayaran bernilai besar merupakan urat nadi sistem pembayaran suatu negara. Berjalannya kegiatan pasar uang dan pasar modal yang aman dan efisien bergantung kepada kelancaran sistem pembayaran yang bernilai besar. Sistem pembayaran bernilai besar yang digunakan oleh banyak negara termasuk Indonesia adalah Real Time Gross Settlement (RTGS).

Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi. Sistem BI-RTGS pertama kali digunakan pada tanggal 17 November 2000. Sistem BI-RTGS mampu menjadi sumber informasi yang sangat bermanfaat, baik dalam rangkapengawasan bank maupun pelaksanaan kebijakan moneter. Pengembangan sistem BI-RTGS antara lain bertujuan:

1) Menyediakan sarana transfer dana antarbank yang lebih cepat, efisien, andal, dan aman kepada bank dan nasabahnya.

2) Memberikan kepastian setelmen dan penatausahaan dapat diperoleh dengan segera.

3) Menyediakan informasi rekening bank secara real time dan menyeluruh.

4) Meningkatkan disiplin dan profesionalisme bank dalam mengelola likuiditasnya.

5) Mengurangi risiko-risiko setelmen dan penatausahaan.

Tersedianya sistem BI-RTGS dapat mendorong bank untuk menjalankan manajemen likuiditas secara lebih baik. Dengan sistem setelmen/penatausahaan yang didasarkan pada kecukupan saldo rekening bank di Bank Indonesia, risiko kemungkinan kegagalan salah satu bank dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo dapat dihindari, sehingga tidak menimbulkan dampak sistemik terhadap bank lainnya. Dampak sistemik terjadi jika permasalahan yang terjadi dalam suatu bank mengakibatkan dampak buruk bagi bank lain yang memiliki keterkaitan usaha dengan bank tersebut. Contohnya jika bank X mengalami kepailitan usaha, maka bank Y, bank N, bank M dan bank- bank lainnya terhambat likuiditasnya sehubungan aktivitas usahanya memiliki keterkaitan dengan aktivitas usaha bank X yang mengalami masalah Penyelenggara sistem BI-RTGS adalah Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI). Penyelenggara bertugas melakukan pengendalian sistem terhadap semua aktivitas kegiatan transfer dana yang dilakukan peserta, sedangkan peserta sistem BI-RTGS adalah seluruh bank umum di Indonesia. Lembaga-lembaga selain bank yang memiliki rekening giro di Bank Indonesia dapat menjadi peserta sistem BI-RTGS dengan persetujuan Bank Indonesia, untuk memperlancar sistem pembayaran nasional. Kantor Pusat Bank Indonesia dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri secara otomatis menjadi peserta sistem BI- RTGS

Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)

Selain sistem BI-RTGS, Bank Indonesia memiliki sebuah sarana khusus untuk mencatat dan menatausahakan transaksi surat berharga secara elektronik yang dikenal dengan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). BI-SSSS adalah sarana transaksi Bank Indonesia untuk setelmen dan penatausahaan surat berharga secara elektronik yang terhubung langsung antara peserta, penyelenggara, dan sistem BI-RTGS.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Jika sistem pembayaran yang bernilai besar merupakan urat nadi sistem pembayaran, sistem pembayaran yang bernilai kecil diibaratkan sebagai jaringan pembuluh darah yang menghubungkan seluruh perekonomian suatu negara. Sistem kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar peserta kliring, baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta, yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Transaksi kliring yang dapat dilakukan meliputi:

1) Transfer debet (menggunakan cek, bilyet giro, atau warkat debet lainnya).

2) Transfer kredit (mengisi formulir isian yang disediakan oleh bank) yang kemudian akan dikirim oleh bank melalui data keuangan elektronik yang disediakan dalam SKNBI.

ALAT PEMBAYARAN

Alat pembayaran yang ada di dunia ini boleh dibilang berkembang sangat pesat dan maju. Tentu saja mengikuti perkembangan zaman. Kalau kita menengok ke belakang, yakni awal mula alat pembayaran itu dikenal, sistem barter antarbarang yang diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra moderen. 

Dalam perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. 

Selanjutnya alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (noncash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).

UANG

1. Sejarah Uang

Kita mengenal beragam jenis uang dewasa ini. Namun, apakah Anda tahu kapan uang pertama ditemukan? Uang dikenal pertama kali di Cina lebih kurang 2700 SM oleh Huang (Kaisar Kuning). Namun, sejarah purba juga telah mencatat bahwa orang Assyria, Phunisia, dan Mesir juga telah menggunakan uang sebagai alat tukar. Cikal bakal uang diawali dengan kegiatan tukar menukar barang atau disebut dengan istilah barter. Namun, seiring dengan semakin banyaknya kebutuhan manusia, maka barter mulai mengalami kesulitan.

Di antara faktor yang menyebabkan sulitnya barter, di antaranya adalah:

a) Kesulitan untuk menemukan orang yang memiliki barang yang dibutuhkan dan mau menukarkan barangnya.

b) Tidak adanya standar nilai untuk dipertukarkan.

Dengan kesulitan tersebut di atas, akhirnya cara barter pun ditinggalkan dan manusia mulai mencari alternatif benda lain untuk dipergunakan dalam proses pertukaran. Setidaknya terdapat beberapa syarat agar sebuah benda dapat digunakan sebagai uang, yakni;

(1) dapat diterima;

(2) setiap waktu dapat ditukar dengan barang apa saja;

(3) sulit mendapatkannya.

Benda-benda yang dijadikan sebagai alat pertukaran berupa kulit binatang, kerang dari laut, dan benda-benda yang memiliki syarat di atas. Benda itu kemudian disebut uang barang.

Uang barang tidak dapat terus dipergunakan sebagai alat pertukaran. Hal tersebut disebabkan karena ada kesulitan dalam ukuran, berat, dan bentuk. Berdasarkan permasalahan tersebut, orang mulai mencari benda/logam yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Tidak mudah rusak.

2) Diterima oleh umum.

3) Mudah disimpan dan mudah dibawa-bawa.

4) Harganya tinggi walaupun dalam jumlah yang kecil.

5) Sifatnya sama dan dapat saling mengganti.

6) Mudah dibagi tanpa mengurangi nilai.

7) Harganya tetap dalam jangka waktu panjang.

Berdasarkan persyaratan di atas, alternatif benda yang dijadikan alat tukar adalah emas dan perak. Misalnya mata uang India, Rupee yang artinya perak atau mata uang Belanda, Gulden yang artinya emas. Uang emas dan perak tersebut dinamakan uang logam dan disebut full bodied money yang mengandung arti bahwa nilai uang tersebut dijamin penuh (100%) oleh body-nya, artinya antara nilai nominal dan nilai bahan sama.

Dalam perkembangannya, sehubungan dengan terbatasnya jumlah logam, orang mencari benda lain untuk dijadikan uang. Akhirnya, dibuatlah uang dari bahan kertas, hal tersebut karena beberapa alasan sebagai berikut:

1) Jumlahnya dapat memadai sesuai dengan kebutuhan

2) Biaya pembuatannya tidak terlalu mahal.

3) Mudah disimpan dan dibawa-bawa.

4) Penerimaan uang kertas oleh masyarakat diantaranya karena adanya kepercayaan.

Agar masyarakat menerima dan menyetujui penggunaan benda sebagai uang, maka harus memenuhi dua persyaratan sebagai berikut:

a) Persyaratan psikologis, yaitu benda tersebut harus dapat memuaskan bermacam-macam keinginan dari orang yang memilikinya, sehingga semua orang mau mengakui dan menerimanya.

b) Persyaratan teknis, yaitu syarat yang melekat pada uang, di antaranya:

1) Tahan lama dan tidak mudah rusak

2) Mudah dibagi-bagi tanpa mengurangi nilai.

3) Mudah disimpan dan dibawa.

4) Nilainya relatif stabil.

5) Jumlahnya tidak berlebihan.

6) Terdiri atas berbagai nilai nominal.

7) Harganya tetap dalam jangka Panjang

Fungsi Uang

Fungsi uang dibagi atas dua jenis, yaitu fungsi asli dan fungsi turunan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan penjelasan sebagai berikut:

a. Fungsi Asli

Fungsi asli disebut juga fungsi primer dari uang. Fungsi asli ini terdiri atas:

1) Uang sebagai alat tukar (medium of exchange)

Uang digunakan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran. Agar uang dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan kepercayaan masyarakat, sehingga bersedia dan rela menerimanya.

2) Uang sebagai satuan hitung (a unit of account)

Untuk menentukan harga suatu barang diperlukan satuan hitung. Dengan adanya uang, seseorang dapat mengadakan perbandingan harga satu barang dengan barang lain.

b. Fungsi Turunan

Fungsi turunan adalah fungsi uang sebagai akibat dari fungsi asli.

Fungsi tersebut terdiri atas:

1) Uang sebagai alat pembayaran yang sah.

Uang kartal adalah uang rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sedangkan uang giral dikeluarkan oleh bank umum. Uang tersebut dapat digunakan sebagai alat pembayaran bagi masyarakat untuk melakukan transaksi. Contohnya untuk melakukan pembayaran angkutan umum, pembayaran listrik, pembayaran telepon, pembayaran barang yang dibeli, pembayaran biaya sekolah, dan sebagainya.

2) Uang sebagai alat penyimpan kekayaan dan pemindah kekayaan. Masyarakat dapat menyimpan uang sebagai salah satu bentuk kekayaan. Selain itu, uang juga dapat digunakan sebagai alat pemindah kekayaan. Contohnya Bambang Suroso ingin membeli tanah, untuk mendapatkannya ia menjual mobil yang dimilikinya, uang hasil penjualan mobil ia belikan tanah. Kegiatan yang dilakukan Bambang Suroso menunjukkan uang berfungsi sebagai alat pemindah kekayaan.

3) Uang sebagai alat pendorong kegiatan ekonomi.

Uang yang beredar di masyarakat dapat mendorong daya beli, peningkatan daya beli mendorong permintaan terhadap suatu barang di pasar. Tingginya permintaan dapat memicu produsen untuk memproduksi barang dan jasa. Kejadian tersebut menunjukkan uang berfungsi sebagai pendorong kegiatan ekonomi.

4) Uang sebagai standar pencicilan utang.

Uang dapat berfungsi sebagai standar untuk melakukan pembayaran atas transaksi yang dilakukan secara kredit. Dengan kata lain, uang dapat digunakan untuk melakukan cicilan utang.

Jenis-Jenis Uang

Secara umum, uang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu uang kartal dan uang giral.

a. Uang Kartal

Pasti semua orang mengenal uang kartal karena kita memang masih menggunakan uang jenis ini dalam kegiatan transaksi masyarakat. Uang kartal adalah uang yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat pembayaran yang berbentuk logam dan kertas.

1) Uang Logam

Berdasarkan sejarah perkembangannya, uang logam merupakan uang yang pertama dibuat. Menurut macamnya mata uang logam dibagi tiga macam:

a) Mata Uang Standar (Full Bodied Money)

Mata uang standar adalah mata uang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai nominal uang sama dengan nilai intrinsiknya (bahannya). Contohnya uang logam emas atau perak.

b) Mata Uang Tandap (Token Money)

Mata uang tandap (bercap) adalah mata uang yang dapat dipakai sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai nominal yang tidak sama dengan nilai intrinsiknya. Contohnya uang logam. Rp100 Rp200 atau Rp500.

2) Uang Kertas

Uang kertas awalnya merupakan surat tanda penyimpanan yang serupa dengan deposito emas, perak, atau deposito uang logam. Pedagang menyerahkan uangnya ke bank dan bank memberikan surat bukti deposito. Uang kertas pada dasarnya surat pengakuan utang oleh bank yang sewaktu-waktu selalu dapat ditukar dengan emas.

Dalam perkembangannya, surat pengakuan utang bank ini beredar sebagai uang. Saat ini uang kertas yang beredar disebut uang kepercayaan dan terdiri atas beberapa nilai pecahan, seperti Rp1.000, Rp2000, Rp5.000, Rp10.000, Rp20.000, Rp50.000, hingga Rp100.000. Uang kertas dibuat dengan kertas khusus dan terdapat unsur pengaman untuk menghindari pemalsuan.

b. Uang Giral (Demand Deposit)

Uang giral merupakan saldo rekening koran yang ada di Bank dan sewaktu-waktu dapat digunakan. Uang giral merupakan uang yang sah, namun hanya berlaku pada kalangan tertentu saja. Contoh uang giral adalah cek dan bilyet giro (BG).

Pengelolaan Uang Rupiah oleh Bank Indonesia

Kegiatan pengelolaan uang rupiah mencakup perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, serta pemusnahan uang rupiah.

Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan uang rupiah tersebut, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan pengeluaran, pengedaran, serta pencabutan dan penarikan uang rupiah dari peredaran di masyarakat. Sementara itu, untuk pelaksanaan kegiatan pengelolaan uang lainnya yaitu perencanaan, pencetakan dan pemusnahan uang rupiah, dilakukan oleh Bank Indonesia melalui koordinasi dengan Pemerintah. Uang rusak salah satu target pemusnahan uang ini.

Kegiatan pengelolaan uang rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga ketersediaan uang rupiah sebagai alat pembayaran tunai di masyarakat. Untuk itu, agar uang rupiah tersedia di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup dan jenis pecahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tepat waktu serta dalam kondisi uang yang layak edar, maka kegiatan pengelolaan uang rupiah harus dilakukan dengan efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Alat Pembayaran Nontunai

Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Alat pembayaran secara umum dibagi menjadi dua, yakni alat pembayaran tunai dan alat pembayaran nontunai. Alat pembayaran tunai tiada lain adalah uang rupiah sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, sedangkan alat pembayaran nontunai secara umum dibagi menjadi dua, yakni: 1. Alat Pembayaran Berbasis Kertas (Paper Based) yaitu cek, bilyet giro, dan nota debet. 2. Alat Pembayaran Berbasis Elektronik (Electronic Based) yaitu Kartu ATM/Debet, kartu kredit dan uang elektronik (e-money).

Cek merupakan suatu perintah kepada bank untuk membayarkan sejumlah dana. Cek dikenal ada tiga macam, yaitu cek atas unjuk, cek atas nama, dan cek silang. Sementara itu, Giro Bilyet adalah surat perintah nasabah bank untuk memindahkan sejumlah uang dari rekeningnya kepada rekening nasabah yang lain yang ditunjuk. Giro bilyet tidak dapat ditukarkan dengan uang tunai di bank penerimanya. Adapun Nota Debet adalah warkat atau surat yang digunakan untuk menagih nasabah bank lain melalui kliring. Nota debet juga digunakan untuk keperluan transaksi antarkantor, baik nota debet dengan surat maupun nota debet dengan telegram. Nota debet dengan surat atau dengan telegram disampaikan melalui kantor pos

Adapun Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) adalah alat pembayaran berupa kartu kredit dan kartu ATM/Debet. Kartu Kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk berbelanja pada pedagang, yang sumber dananya berasal dari pinjaman (kredit) yang diberikan penerbit serta dikenakan bunga/denda jika membayar setelah jatuh tempo atau angsuran. Kartu kredit dapat diartikan juga sebagai kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang diberikan kepada nasabah untuk digunakan sebagai alat pembayaran.

Sementara itu, Kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan tarik tunai, cek saldo, transfer dana antar dan intra bank. Sumber dana berasal dari simpanan dan saldo simpanan akan berkurang secara langsung pada saat transaksi. Layanan ATM di Indonesia mulai diperkenalkan pada awal tahun 1990-an.

Sedangkan Kartu Debet adalah APMK yang dapat digunakan untuk berbelanja pada pedagang dan debet tunai. Sumber dana berasal dari simpanan dan saldo simpanan akan berkurang secara langsung pada saat transaksi. Kartu debet dapat diartikan juga sebagai alat pembayaran berbasis kartu yang pembayarannya dilakukan dengan pendebetan langsung ke rekening nasabah pada bank penerbit kartu. Beberapa bank penerbit kartu telah mengombinasikan kartu debet dan kartu ATM dalam satu kartu (kartu debet ATM).

Pada saat kartu debet digunakan untuk bertransaksi, maka secara otomatis akan langsung mengurangi dana yang tersedia pada rekening. Jika kartu debet digunakan untuk bertransaksi di mesin ATM, maka kartu tersebut dikenal sebagai kartu ATM. Namun, apabila digunakan untuk transaksi pembayaran dan pembelanjaan nontunai dengan menggunakan mesin EDC (Electronic Data Capture), maka kartu tersebut dikenal sebagai kartu debet.

Selain kartu kredit dan kartu ATM/debet, terdapat pula apa yang disebut dengan uang elektronik. Tahukah Anda apa itu uang elektronik? Uang Elektronik adalah APMK yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit uang elektronik. Nilai Uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip. Uang elektronik dapat digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut. Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang kartu bukan simpanan, artinya tidak mendapatkan bunga dan tidak dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Selasa, 09 Februari 2021

Lembaga Jasa Keuangan dalam Perekonomian

BANK

Lembaga keuangan merupakan badan usaha atau institusi di bidang jasa keuangan yang bergerak dengan cara menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya untuk pendanaan serta dengan mendapatkan keuntungan dalam bentuk bunga atau persentase. Meski demikian, kegiatan usaha lembaga ini dapat berupa penghimpunan dana saja, menyalurkan dana saja, atau keduanya sekaligus.

Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Berdasarkan jenisnya, lembaga keuangan di Indonesia terbagi menjadi dua jenis, yaitu lembaga keuangan Bank dan non-Bank.

1. Lembaga Keuangan Bank Yang dimaksud adalah lembaga perantara keuangan yang didirikan dengan wewenang untuk menerima dan menghimpun simpanan uang, meminjamkan uang, serta menerbitkan promes atau banknote. Bank ini terbagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu Bank Sentral yang berfungsi untuk menjaga kestabilan perekonomian masyarakat dan dikendalikan oleh Bank Indonesia, Bank Umum yang memberikan layanan jasa keuangan serta transaksi, dan Bank Perkreditan Rakyat yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka. 

2. Lembaga Keuangan Non-Bank Sementara itu, lembaga non-Bank memberikan berbagai jasa keuangan dan menarik dana dari masyarakat secara depository atau tidak langsung. Beberapa contoh lembaga keuangan yang bukan bank antara lain adalah perusahaan leasing, perusahaan asuransi, perusahaan dana pensiun, bursa efek, pegadaian, reksadana, dan lain-lain

Untuk memenuhi kebutuhan keuangan di kemudian hari, sebagian dari pendapatan masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk tabungan di bank. Tabungan merupakan salah satu produk penghimpunan dana dari bank. Selain bank, Anda juga dapat memanfaatkan produk-produk Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) atau Industri Kuuangan Non-Bank (IKNB) seperti asuransi, leasing, dan dana pensiun. Sejak Januari 2014, pengaturan dan pengawasan bank dan LKNB dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

2. Fungsi Bank

a. Menghimpun Dana

Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana, bank memiliki beberapa sumber dana, di antaranya sebagai berikut:

1) Dana sendiri berupa setoran modal waktu pendirian dan penjualan saham di bursa efek jika bank tersebut sudah go public.

2) Dana masyarakat yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti tabungan, giro dan deposito.

3) Dana Pasar Uang Antar Bank (PUAB).

b. Menyalurkan Kredit

Bank menyalurkan kembali dana yang dihimpun dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana untuk kegiatan usaha (investasi, modal kerja) atau untuk kegiatan konsumsi. Dengan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil atau bunga kredit. Dalam menyalurkan dana kepada masyarakat, bank memegang prinsip kehati-hatian serta memerhatikan prinsip 5 C yakni sebagai berikut:

1) Character, yaitu tabiat dan kemauan pemohon untuk memenuhi kewajiban. Perlu diteliti tentang kepribadian, cara hidup dan keadaan keluarga serta moral pemohon kredit.

2) Capacity, yaitu kemampuan, kepandaian dan keterampilan menggunakan kredit yang diterima, sehingga memperoleh kemajuan, keuntungan serta mampu melunasi kewajiban atau utangnya.

3) Capital, yaitu modal seseorang atau badan usaha penerima kredit. Tidak semua modal harus bersumber dari kredit.

4) Collateral, yaitu kepastian berupa jaminan yang dapat diberikan oleh penerima kredit. Agunan atau jaminan sebagai alat pengaman dari ketidakpastian pada waktu yang akan datang pada saat kredit harus dilunasi.

5) Condition of economies, yaitu yaitu kondisi ekonomi yang terjadi pada saat proses kredit dilakukan dan prakiraan kondisi ekonomi di masa depan, baik kondisi ekonomi secara umum maupun kondisi ekonomi pihak yang mengajukan kredit.

c. Memberikan Pelayanan Jasa

Bank juga berfungsi sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran” berupa transfer dana, inkaso, cek, kartu kredit, uang elektronik (e-money) dan pelayanan lainnya.

3. Jenis, Prinsip Kegiatan Usaha, dan Produk Bank

a. Jenis-Jenis Bank

Bank dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, di antaranya sebagai berikut:

1) Berdasarkan Kelembagaan

Berdasarkan aspek kelembagaannya, terdapat dua jenis bank yakni bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

a) Bank umum

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha baik secara konvensional maupun berdasarkan prinsip- prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Dalam menjalankan usahanya, bank umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito, dan giro, serta menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam berbagai bentuk pinjaman (kredit), seperti kredit produktif yang biasanya terdiri atas kredit modal kerja dan kredit investasi, serta kredit konsumtif contohnya Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor (KKKB) dan sebagainya.

Berdasarkan ruang lingkup usahanya, bank umum dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:

(1) Bank umum devisa, yaitu bank umum yang memiliki izin untuk melakukan transaksi pembayaran dalam valuta asing. Contohnya Bank BNI, Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BCA dan Bank BII.

(2) Bank umum nondevisa, yaitu bank umum yang tidak memiliki ijin melakukan transaksi dalam valuta asing. Contohnya BTPN, Bank Jasa Jakarta dan Bank Kesejahteraan Ekonomi.

b) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Usaha BPR adalah menghimpun dana dalam bentuk tabungan dan deposito, serta menyalurkannya dalam bentuk pinjaman (kredit). Dalam menjalankan usahanya, BPR tidak diperbolehkan menghimpun dana dalam bentuk giro, menjalankan usaha perasuransian dan mengikuti kliring. Khusus untuk melakukan transaksi valuta asing, tidak semua BPR bisa melakukannya, kecuali BPR yang sudah memiliki ijin usaha money changer dari Bank Indonesia. Contoh BPR diantaranya BPR Karyajatnika Sadaya, BPR Eka Bumi Artha dan BPR Sri Artha Lestari.

2) Berdasarkan Kepemilikan

Berdasarkan kepemilikannya, bank dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu sebagai berikut:

a) Bank persero

Bank persero yaitu bank yang sahamnya (modalnya) seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Contohnya Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI dan Bank BTN.

b) Bank swasta nasional

Bank swasta nasional yaitu bank yang sahamnya (modalnya) seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh swasta nasional. Contohnya Bank Mega dan Bank Bukopin.

c) Bank pembangunan daerah

Bank pembangunan daerah yaitu bank yang sahamnya (modalnya) seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh pemerintah daerah. Contohnya Bank Jabar Banten (Bank BJB), Bank DKI, Bank Kaltim, Bank Jatim, Bank Aceh, Bank Sumut, Bank Sulsel dan Sulbar, dan sebagainya.

d) Bank campuran

Bank campuran yaitu bank yang sahamnya (modalnya) dimiliki oleh swasta nasional Indonesia dan asing. Contoh Bank CIMB Niaga, Bank ANZ Indonesia, Bank BNP Paribas Indonesia, Bank DBS Indonesia, dan sebagainya.

e) Bank asing

Bank asing yaitu bank yang sahamnya (modalnya) seluruhnya dimiliki oleh asing. Contohnya Bank of Tokyo-Mitsubishi, Citibank, HSBC, Standard Chartered, dan sebagainya.

b. Prinsip Kegiatan Usaha Bank

Prinsip kegiatan usaha bank yang berkembang di Indonesia terdiri atas prinsip konvensional dan prinsip syariah.

1) Bank Konvensional

Bank konvensional adalah bank yang dalam menjalankan usahanya berbasis pada prinsip bunga. Imbalan yang diterima oleh pemilik tabungan, deposito, atau giro dihitung berdasarkan bunga yang diberikan oleh bank. Baik produk simpanan (misalnya tabungan, deposito atau giro) maupun pinjaman, keduanya menggunakan bunga. Untuk produk simpanan disebut dengan bunga simpanan, sedangkan untuk produk pinjaman disebut bunga pinjaman. Umumnya bank memberlakukan ketentuan bahwa bunga pinjaman harus lebih besar daripada bunga simpanan. Selisih positif antara bunga pinjaman dan bunga simpanan itulah yang menjadi salah satu sumber keuntungan bank.

Bunga merupakan suatu prosentase tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan atau disimpan. Besarnya bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah proyek/usaha yang dijalankan oleh nasabah untung atau rugi. Penentuan bunga oleh bank konvensional mempertimbangkan ketentuan bunga acuan dari Bank Indonesia yang biasa disebut BI Rate.

2) Bank Syariah

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Adapun Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Bank Syariah dapat diartikan juga sebagai lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari unsur bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian (maisir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), berprinsip keadilan dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.

Bank syariah pada dasarnya sama dengan bank komersial lainnya yang sudah ada di masyarakat, perbedaannya terletak pada kegiatan operasionalnya. Bank syariah, operasionalnya berdasarkan prinsip, syariah sedangkan bank komersial lainnya menggunakan prinsip konvensional. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah bahwa dalam perjanjian perbankan digunakan hukum Islam antara pihak bank dengan pihak nasabah untuk penyimpanan dana, pembiayaan, kegiatan usaha dan kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan prinsip syariah.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa berdasarkan jenisnya, Bank Syariah terbagi menjadi dua, yakni Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Adapun BPR Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Hal yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional terletak pada prinsip hukumnya yaitu bersumber dari hukum Islam yang melarang hal-hal sebagai berikut:

a) Perniagaan atas barang-barang yang haram,

b) Bunga (riba),

c) Perjudian dan spekulasi yang disengaja (maisir), serta

d) Ketidakjelasan dan manipulatif (gharar)

Dalam operasionalnya, perbedaan utama antara bank syariah dan bank konvensional adalah bank syariah tidak menggunakan bunga melainkan bagi hasil.

c. Produk dan Layanan Bank

Produk bank dapat dikelompokkan menurut kegiatan utamanya yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana. Dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat (funding), produk bank terdiri atas tabungan, sertifikat deposito, deposito berjangka dan giro yang secara umum disebut dengan produk simpanan. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Tahukah Anda apa bedanya tabungan dengan giro? Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Tabungan dapat diartikan juga sebagai simpanan uang di bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu. Umumnya bank akan memberikan buku tabungan yang berisi informasi seluruh transaksi yang Anda lakukan dan kartu ATM lengkap dengan nomor pribadi (PIN/Personal Identification Number).

Adapun giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Rekening Giro (Current Account) dapat diartikan juga sebagai salah satu produk perbankan berupa simpanan dari nasabah perseorangan maupun badan usaha dalam Rupiah maupun mata uang asing yang penarikannya dapat dilakukan kapan saja, selama jam kerja dengan menggunakan warkat Cek dan Bilyet Giro.

Tahukah Anda apa itu cek? Cek adalah surat berharga atau alat transaksi pembayaran yang diterbitkan oleh bank sebagai pengganti uang tunai. Cek dikeluarkan oleh bank apabila penabung mempunyai rekening Giro. Cek terdiri atas tiga jenis, yaitu sebagai berikut:

1) Cek Atas Nama (Order Cheque)

Cek Atas Nama adalah cek yang mencantumkan nama penerima dana dan bank akan melakukan pembayaran kepada nama yang tertera pada cek tersebut. Pembayaran dilakukan paling cepat sesuai tanggal yang tertera pada cek tersebut.

2) Cek Atas Unjuk (Bearer Cheque)

Cek Atas Unjuk adalah cek yang tidak mencantumkan nama penerima dan bank akan melakukan pembayaran kepada siapa saja yang membawa cek tersebut. Pembayaran dilakukan paling cepat sesuai tanggal yang diterima pada cek tersebut.

3) Cek Silang (Cross Cheque)

Cek Silang adalah Cek Atas Nama dan/atau Cek Atas Unjuk yang diberikan tanda garis menyilang pada unjuk kiri atas warkat atau dapat juga diberi tanda garis menyilang sepanjang cek dari ujung kiri bawah ke ujung kanan atas. Cek Silang tidak dapat diuangkan secara tunai, tetapi hanya dapat dimasukkan ke dalam rekening penerima cek.

Selain tabungan dan giro, dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat, bank menyediakan produk deposito. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.

Deposito dapat dicairkan setelah jangka waktu berakhir. Deposito yang jatuh tempo dapat diperpanjang secara otomatis (Automatic Roll Over). Deposito dapat dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing.

Dalam produk deposito, dikenal adanya istilah deposito berjangka dan sertifikat deposito. Deposito Berjangka merupakan simpanan yang pencairannya dilakukan berdasarkan jangka waktu tertentu. Umumnya mempunyai jangka waktu mulai dari 1, 2, 3, 6 dan 12 sampai dengan 24 bulan. Deposito Berjangka diterbitkan dengan mencantumkan nama pemilik deposito, baik perorangan atau lembaga. Kepada setiap deposan diberikan bunga yang besarnya dan waktu pembayarannya sesuai dengan yang berlaku di masing-masing bank. Pembayaran bunga deposito dapat dilakukan setiap bulan atau setiap jatuh tempo sesuai jangka waktunya. Pembayaran bunga dapat dilakukan secara tunai maupun non-tunai (pemindahbukuan). Kepada setiap deposan dengan nilai deposito tertentu dikenakan pajak penghasilan dari bunga yang diterima dan jika dilakukan pencairan sebelum jatuh tempo, maka umumnya dikenakan denda.

Adapun sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan dengan jangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan. Sertifikat Deposito diterbitkan atas unjuk dalam bentuk sertifikat tanpa mencantumkan nama pemilik deposito. Sertifikat Deposito dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Pembayaran bunga Sertifikat Deposito dapat dilakukan di muka, setiap bulan atau pada saat jatuh tempo, baik tunai maupun nontunai.

Di sisi lain, dalam rangka menyalurkan dana kepada masyarakat (lending), bank memiliki produk kredit. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Beberapa bentuk kredit bank diantaranya kredit investasi, kredit modal kerja, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit konsumtif.

Selain produk penghimpunan dana dan penyaluran dana, bank juga menyediakan jasa-jasa lainnya di antaranya sebagai berikut:

1) Transfer (Kiriman Dana); Transfer Dana adalah jasa yang diberikan bank untuk mengirimkan sejumlah uang kepada penerima, baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing. Pengiriman uang dapat dilakukan dari satu bank ke bank lain, atau pada bank yang sama, baik dalam satu kota atau kota yang berlainan, bahkan sampai keluar negeri.

2) Safe Deposit Box (SDB); SDB adalah jasa penyewaan kotak penyimpanan harta, termasuk emas dan surat-surat berharga dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang yang kokoh dan tahan api untuk menjaga keamanan barang yang disimpan dan memberikan rasa aman bagi penggunanya. Biasanya barang yang disimpan di dalam SDB adalah barang yang bernilai tinggi dan pemiliknya merasa tidak aman untuk menyimpan di rumah. Pada umumnya biaya penyimpanan barang yang disimpan di SDB bank relatif lebih murah.

3) Bank Garansi; Bank Garansi adalah jaminan pembayaran yang diberikan kepada pihak penerima jaminan, apabila pihak yang dijamin tidak memenuhi kewajiban.

4) Inkaso (Collection); Inkaso adalah jasa yang diberikan bank atas permintaan nasabah untuk menagihkan pembayaran surat-surat atau dokumen berharga kepada pihak ketiga. Inkaso dapat diartikan juga sebagai kegiatan jasa Bank untuk melakukan amanat dari pihak ketiga berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Sebagai imbalan jasa atas jasa tersebut biasanya bank menerapkan sejumlah tarif atau fee tertentu kapada nasabah atau calon nasabahnya. Tarif tersebut dalam dunia perbankan disebut dengan biaya inkaso.

5) Kliring (Clearing); Kliring adalah penyelesaian utang piutang antar bank. Kliring dapat diartikan juga sebagai suatu cara penyelesaian utang-piutang antara bank-bank peserta kliring dalam bentuk warkat atau surat-surat berharga disuatu tempat tertentu. Warkat kliring antara lain: cek, bilyet giro, nota debet dan nota kredit. Warkat harus dinyatakan dalam mata uang rupiah, bernilai nominal penuh dan telah jatuh tempo.

6) Bank Insurance (Bancassurance); Bank Insurance adalah layanan bank dalam menyediakan produk asuransi yang memberi perlindungan dan produk investasi untuk memenuhi kebutuhan finansial jangka panjang nasabah. Bank Insurance merupakan produk investasi dengan potensi hasil yang lebih tinggi, namun dengan risiko dan hasil investasi yang lebih besar.

7) Kartu ATM/Kartu Debit; Kartu Debit merupakan sejenis kartu plastik yang dapat digunakan untuk menarik uang tunai melalui ATM. Jika seseorang memiliki sejumlah uang di rekening bank, maka ia dapat meminta kartu ATM atau kartu debit (sesuai dengan fasilitas yang diberikan bank). Setiap saat pemegang kartu dapat mengambil uang tunai di ATM atau digunakan sebagai sarana pembayaran dengan jumlah maksimal sesuai dengan uang yang tersimpan di bank. Kartu ini bukanlah merupakan alat pembayaran, tetapi hanya untuk memberikan kemudahan pada nasabah bank dalam melakukan pembayaran tanpa harus membawa uang tunai.

8) Kartu Kredit (Credit Card); Kartu Kredit merupakan alat pembayaran dengan cara kredit, dimana seseorang dapat melakukan transaksi pembayaran tanpa menggunakan uang cash. Kewajiban penggunanya adalah membayar dengan mencicil sejumlah minimum tertentu dari total transaksi (10 persen total tagihan) yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan setiap bulan. Kartu ini berbeda dengan kartu debit, karena setiap kali menggunakannya, pemilik berhutang dengan kewajiban membayarnya dengan bunga. Apabila pemilik kartu terlambat melakukan pembayaran maka akan dikenakan denda keterlambatan.

9) Banknotes; Banknotes adalah uang kertas asing yang merupakan alat pembayaran yang sah di negara penerbit, namun merupakan “barang dagangan” di negara lain (termasuk Indonesia). Banknotes dikenal juga dengan istilah valas (valuta asing). Banknotes yang dapat dipertukarkan mempunyai catatan kurs resmi dari Bank Indonesia, serta bukan merupakan uang logam.

10) Referensi Bank; Referensi Bank adalah keterangan tertulis yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah untuk tujuan tertentu dan bersifat tidak mengikat, tidak menjanjikan dan tidak memberikan jaminan. Referensi bank diterbitkan oleh bank atas dasar permintaan nasabah karena nasabah tersebut mempunyai rekening di bank.

11) Bank Draft; Bank Draft (Cashier Check) sebenarnya adalah cek yang diterbitkan oleh bank. Penjual sering meminta bank draft kepada calon pembeli untuk perjanjian awal pada transaksi nominal besar, misalnya transaksi pembelian mobil dan rumah. Hal ini memberikan rasa aman kepada penjual bahwa calon pembeli benar-benar memiliki uang untuk membayar dan tidak memberikan cek kosong. Dalam praktiknya, bank akan meminta nasabahnya untuk mengisi formulir aplikasi dan menetapkan tarif untuk penerbitan bank draft tersebut. Selanjutnya, bank akan mendebet secara langsung rekening nasabah sebelum memberikan bank draft kepada nasabahnya.

12) Letter of Credit (L/C); L/C adalah sebuah instrumen yang dikeluarkan oleh sebuah bank atas nama salah satu nasabahnya, yang menguasakan seseorang atau sebuah perusahaan penerima instrumen tersebut menarik wesel atas bank yang bersangkutan atau atas salah satu bank korespondennya, berdasarkan kondisi- kondisi/ persyaratan-persyaratan yang tercantum pada instrumen tersebut. L/C dapat diartikan juga sebagai sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan ke luar negeri (kepada pemesan). Fungsi L/C diantaranya sebagai suatu perjanjian bank-bank dalam menyelesaikan transaksi komersial internasional, memberikan pengamanan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang diadakan, memastikan adanya pembayaran asalkan persyaratan-persyaratan L/C telah dipenuhi, dan membantu memberikan fasilitas pembiayaan kepada importir serta memonitor penggunaannya.

13) Money Changer; Money Changer adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yang ingin menjual atau membeli mata uang asing tertentu, yang mempunyai catatan kurs pada Bank Indonesia.

14) Traveller’s Cheque; Traveller’s Cheque (TC) adalah cheque yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan nonbank yang berwenang dalam bentuk pecahan tertentu untuk dipergunakan dalam perjalanan di dalam maupun di luar negeri. TC atau dalam bahasa Indonesia di kenal dengan istilah cek pelawat dapat diartikan juga sebagai alat pembayaran semacam cek yang diciptakan untuk orang bepergian dan dapat diuangkan pada kantor bank yang mengeluarkan atau pada pihak yang ditunjuk. Cek pelawat dapat dibayar oleh perusahaan yang mengeluarkannya dan dijual dengan angka nominal tertentu serta dijamin dari kehilangan atau pencurian. TC berfungsi sebagai pengganti uang tunai oleh para penerima dan dapat dicairkan di kantor-kantor tertentu. Cara pembayarannya dapat dilakukan secara tunai dan bisa juga dengan pemindahbukuan.

Khusus untuk bank syariah, produknya memiliki karakteristik khusus. Secara umum produk bank syariah tersebut dapat dibagi menjadi tiga yakni sebagai berikut:

1. Produk Penghimpunan Dana (funding)

2. Produk Penyaluran Dana (financing)

3. Produk Jasa (services)

Dalam penyediaan produk penghimpunan dana dari nasabahnya, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal sebagaimana yang diterapkan di bank konvensional. Menurut Adiwarman A. Karim (2004), prinsip operasional syariah yang dapat diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat di bank syariah adalah prinsip Wadi’ah dan Mudharabah.

1) Prinsip Wadi’ah

Prinsip Wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah

yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah yad dhamanah

berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan, sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.

2) Prinsip Mudharabah

Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah. Tujuan akad mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan transaksi dalam bentuk akad mudharabah atau ijarah. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam praktik perbankan syariah, prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito.

Dalam menyalurkan dananya kepada para nasabah, sebagaimana dijelaskan oleh Adiwarman A. Karim (2004), secara umum produk penyaluran dana atau biasa disebut dengan pembiayaan bank syariah dapat dikelompokkan menjadi empat yakni:

a. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli (Ba’i)

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Rukun jual beli terdiri atas lima yakni; 1) penjual, 2) pembeli, 3) barang yang dijual, 4) harga dan 5) ijab qabul (perjanjian/persetujuan). Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya menjadi tiga, yakni pembiayaan murabahah, pembiayaan salam, dan pembiayaan istishna’.

Murabahah adalah suatu perjanjian yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya dalam bentuk barang yang dibutuhkan nasabah. Ahmad Gozali (2005) berpendapat bahwa Murabahah adalah transaksi jual beli dengan mekanisme pembayaran yang dapat ditangguhkan, baik itu ditangguhkan untuk dicicil sampai lunas atau ditangguhkan dengan dibayar lunas pada akhir periode. Namun, biasanya bank menggunakan pembayaran cicilan untuk menjaga kesehatan kondisi keuangannya.

Adapun Salam adalah pembiayaan jual beli dimana pembeli memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang yang dibeli yang telah disebutkan spesifikasinya dengan pengantaran kemudian. Ahmad Gozali (2005) berpendapat bahwa Salam adalah transaksi jual beli dengan cara memesan dan membayar lunas di muka, sementara produknya diserahkan kemudian pada waktu yang ditentukan pada akad.

Sementara itu, Istishna’ adalah perjanjian sewa yang memberikan hak kepada penyewa untuk memanfaatkan barang yang akan disewa dengan imbalan uang sewa sesuai dengan persetujuan, dan setelah masa sewa berakhir, maka barang dikembalikan kepada pemilik. Ahmad Gozali (2005) berpendapat bahwa Istishna’ adalah transaksi jual beli dengan pesanan, dimana pihak pembeli memesan suatu barang untuk dibuatkan baginya, dan mengenai pembayarannya dapat dilakukan di muka sekaligus, bertahap sesuai dengan perkembangan pengerjaan, atau dicicil dalam jangka panjang sesuai dengan perjanjian.

b. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)

Pada dasarnya, prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Dalam jual beli, objek transaksinya adalah barang, sedangkan pada Ijarah objek transaksinya adalah jasa. Transaksi Ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat, bukan perpindahan kepemilikan (hak milik).

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam Ijarah tidak ada perpindahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.

Adapun jenis barang/jasa yang dapat menjadi objek ijarah di antaranya sebagai berikut:

a. Barang modal;

b. Barang produksi;

c. Barang kendaraan transportasi;

d. Jasa untuk membayar ongkos; seperti uang sekolah/kuliah, tenaga kerja, hotel dan transportasi.

c. Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut:

a) Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan Musyarakah adalah kontrak pembiayaan antara bank syariah dengan nasabah yang membutuhkan pembiayaan, dimana bank dan nasabah secara bersama-sama membiayai suatu usaha yang juga dikelola secara bersama atas prinsip bagi hasil.

b) Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan Mudharabah adalah kerjasama antara dua pihak, dimana shahibul maal menyediakan dana sedangkan mudharib menjadi pengelola dana, dengan keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan di muka. Mudharabah dapat dibagi menjadi dua yakni mudharabah almutlaqah dan mudharabah muqqayadah. Mudharabah al mutlaqah adalah kerja sama antara dua pihak dimana shahibul maal menyediakan dana dan memberikan kewenangan penuh kepada mudharib dalam menentukan jenis dan tempat investasi, dengan keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan di muka. Adapun mudharabah muqqayadah adalah kerja sama antara dua pihak dimana shahibul maal menyediakan dana dan memberikan kewenangan terbatas kepada mudharib dalam menentukan jenis dan tempat investasi, dengan keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan di muka.

c) Pembiayaan dengan Akad Pelengkap

Akad pelengkap tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Dalam akad pelengkap ini, meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad. Akad pelengkap di Bank Syariah diantaranya adalah hiwalah (alih utang-piutang), rahn (gadai), qardh, wakalah dan kafalah.

1) Wakalah

Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah dapat dimaknai juga sebagai akad perwakilan antara kedua belah pihak (bank dan nasabah) dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa tertentu. Atas hal tersebut, bank berhak meminta imbalan berupa fee yang ditetapkan di awal. Ketentuan tentang wakalah ditetapkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

2) Qardh

Qardh adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada bank syariah pada waktu yang telah disepakati tanpa adanya tambahan yang ditentukan, baik di awal maupun didepan. Dengan kata lain, Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI Nomor 19/ DSN-MUI/IV/2001 tentang Al Qardh menjelaskan bahwa Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. Peminjam wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. Pihak yang meminjamkan dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu. Peminjam dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada pemberi pinjaman selama tidak diperjanjikan dalam akad.

3) Rahn (Gadai)

Rahn (gadai) adalah akad menjadikan barang yang mempunyai nilai ekonomis sebagai jaminan utang, hingga pemilik barang yang bersangkutan boleh mengambil utang. Ar Rahn berarti juga pawn (gadai) yaitu kontrak penjaminan dan mengikat pada saat hak penguasaan atas barang jaminan berpindah tangan. Muhammad Syafi’ Antonio (2001) mengartikan bahwa Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memiliki jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.

LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

Berikut merupakan fungsi dan peranan lembaga keuangan non-bank:

a. Menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana.

b. Membantu dunia usaha dalam meningkatkan produktivitas barang/jasa.

c. Memperlancar distribusi barang/jasa.

d. Mendorong terbukanya lapangan pekerjaan.

a. Pegadaian

Pegadaian atau usaha gadai diartikan sebagai kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai. Usaha kegiatan gadai antara lain sebagai berikut:

a. Melayani jasa penaksiran

a. Melayani jasa titipan barang

b. Memberikan pinjaman dengan jaminan

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 1971, tugas pokok Pegadaian adalah sebagai berikut:

1) Membina perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai kepada para petani, nelayan, pedagang kecil, dan industri kecil yang bersifat produktif, kaum buruh/ pegawai negeri dengan ekonomi lemah dan bersifat konsumtif.

2) Ikut serta mencegah adanya pemberian pinjaman yang tidak wajar, ijon, pegadaian gelap dan praktik riba lainnya.

3) Menyalurkan kredit maupun usaha-usaha lainnya yang bermanfaat terutama bagi pemerintah dan masyarakat

4) Membina pola perkreditan supaya benar-benar terarah dan bermanfaat dan bila perlu memperluas daerah operasinya.

b. Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing)

Salah satu perusahaan pembiayaan yang berkembang pesat di Indonesia adalah sewa guna usaha (leasing). Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris yakni to lease yang berarti menyewakan. Perusahaan leasing di Indonesia disebut perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha degan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa.

Berdasarkan pengertian sewa guna usaha di atas dapat diketahui bahwa kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara:

1) Finance lease, yaitu sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee, dengan ketentuan (a) jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang di-lease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang di-lease-kan dan keuntungan bagi pihak leasor, (b) dalam perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.

2) Operating lease, yaitu sewa guna usaha tanpa hak opsi, dengan ketentuan (a) jumlah pembayaran selama leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal ditambah keuntungan bagi lessor, (b) dalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessee.

c. Perusahaan Asuransi

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan risiko (risk transfer mechanism), yaitu mengalihkan risiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung). Kegiatan usaha asuransi di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Jenis-jenis asuransi diantaranya adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi. Adapun contoh perusahaan asuransi diantaranya Asuransi Kesehatan (ASKES), JAMSOSTEK, Prudential, Axa Life, dan lain-lain.

Seseorang yang memanfaatkan produk asuransi biasanya memegang polis asuransi. Polis asuransi adalah suatu kontrak perjanjian yang sah antara penanggung (dalam hal ini perusahaan asuransi) dengan tertanggung, pihak penanggung bersedia menanggung sejumlah kerugian yang mungkin timbul di masa yang akan datang dengan imbalan pembayaran (premi) tertentu dari tertanggung.

Terdapat dua bentuk perjanjian dalam menetapkan jumlah pembayaran pada saat jatuh tempo asuransi yaitu: kontrak nilai (valued contract) dan kontrak indemnitas (contract of indemnity). Kontrak nilai adalah perjanjian dimana jumlah pembayarannya telah ditetapkan di muka, seperti nilai Uang Pertanggungan (UP) pada asuransi jiwa. Adapun kontrak indemnitas adalah perjanjian yang jumlah santunannya didasarkan atas jumlah kerugian finansial yang sesungguhnya, seperti biaya perawatan rumah sakit.

Seiring dengan perkembangan industri keuangan syariah, di Indonesia berkembang pula perusahaan asuransi dengan prinsip kegiatan usaha berbasis syariah.

b. Perusahaan Anjak Piutang

Kegiatan anjak piutang (factoring) merupakan jenis perusahaan yang relatif baru di Indonesia. Dalam operasinya, anjak piutang mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 1251/ KMK.013/1998. Dalam KMK tersebut, dikatakan bahwa anjak piutang adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian danatau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

Anjak piutang adalah transaksi pembelian dan atau penagihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek klien (penjual) kepada perusahaan factoring, yang kemudian akan ditagih oleh perusahaan anjak piutang kepada pembeli karena adanya pembayaran kepada klien oleh perusahaan factoring (factor). Istilah klien (client) dan nasabah (customer) dalam mekanisme anjak piutang memiliki pengertian yang sangat berbeda. Bank biasanya memiliki nasabah atau customer, sedangkan perusahaan anjak piutang hanya memiliki klien dalam hal ini supplier. Selanjutnya, klien yang memiliki nasabah atau customer. Mekanisme anjak piutang ini sebenarnya diawali dari adanya transaksi jual beli barang atau jasa yang pembayarannya secara kredit.

Secara umum, jasa-jasa anjak piutang dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu jasa pembiayaan (financing services) dan jasa nonpembiayaan (non financing services). Adapun kegiatan anjak piutang meliputi:

1) Pengambilalihan tagihan suatu perusahaan dengan fee tertentu.

2) Pembelian piutang perusahaan dalam suatu transaksi perdagangan dengan harga sesuai kesepakatan.

3) Mengelola usaha penjualan kredit suatu perusahaan, yang berarti perusahaan anjak piutang dapat mengelola kegiatan administrasi kredit suatu perusahaan sesuai kesepakatan.

Bank pada prinsipnya dapat memberikan jasa anjak piutang sebagai bagian dari produknya tanpa perlu membentuk badan usaha baru. Namun demikian, karena volume usaha anjak piutang yang biasanya relatif besar, maka umumnya bank-bank cenderung memisahkan kegiatan anjak piutang ini dari operasional sehari-hari dengan membentuk suatu badan hukum terpisah. Perbedaan anjak piutang dengan kredit bank antara lain sebagai berikut:

1) Kredit bank melibatkan praktik-praktik dalam perkreditan umum termasuk mengenai jaminan. Sementara itu, anjak piutang pada prinsipnya merupakan transaksi jual beli piutang.

2) Kredit bank dimulai dari timbulnya utang melalui mobilisasi dana kemudian dialihkan menjadi aktiva produktif, sedangkan anjak piutang berkaitan dengan pengalihan dari suatu aktiva produktif, yaitu tagihan menjadi kas pada saat jatuh tempo.

3) Kredit bank memberikan tambahan aktiva dalam bentuk kas pada debitor. Anjak piutang tidak memberikan tambahan kas, akan tetapi hanya memperlancar arus kas dengan menggunakan piutang yang belum jatuh tempo.

4) Kredit bank biasanya dalam jumlah tetap dan memiliki syarat pelunasan tetap, sedangkan fasilitas anjak piutang mengubah penjualan kredit menjadi uang tunai.

5) Kredit bank hampir selalu dikaitkan dengan agunan, sementara bagi anjak piutang agunan bukan merupakan hal mutlak.

6) Keahlian perusahaan anjak piutang dalam memelihara atau mengurus pembukuan penjualan klien dan penyediaan informasi manajemen menjadikan anjak piutang lebih sebagai mitra usaha.

e. Perusahaan Modal Ventura

Istilah ventura berasal dari kata venture yang secara bahasa berarti sesuatu yang mengandung risiko atau dapat juga diartikan sebagai usaha. Dengan demikian, secara bahasa modal ventura (venture capital) adalah modal yang ditanamkan pada usaha yang mengandung risiko. Adapun definisi perusahaan modal ventura menurut Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 adalah bisnis pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dengan tujuan:

1) Menumbuhkan dan merangsang pengusaha-pengusaha kecil dan menengah, serta memberikan berbagai macam bantuan yang diperlukan dengan tetap mengacu pada kaidah-kaidah berusaha yang sehat.

2) Membantu pengembangan usaha kecil dan menengah dengan cara:

a. Turut serta sebagai penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan

b. Mengidentifikasi proyek dan membantu menyusun feasibility studies perusahaan; dan

c. Menyediakan dana dan SDM serta membantu dalam pemasaran.

Pembiayaan modal ventura berbeda dengan bank yang memberikan pembiayaan berupa pinjaman atau kredit. Modal ventura memberikan pembiayaan dengan cara melakukan penyertaan langsung ke dalam perusahaan yang dibiayai. Perusahaan yang memperoleh pembiayaan modal ventura disebut Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) atau investee company. Jenis pembiayaan modal ventura diantaranya sebagai berikut:

1) Equity financing, yaitu penyertaan modal langsung pada perusahaan pasangan usaha (PPU) dengan cara mengambil alih sebagian saham PPU.

2) Semi equity financing, yaitu penyertaan dengan cara membeli obligasi konversi yang diterbitkan PPU

3) Bagi hasil, yaitu pembiayaan kepada perusahaan kecil yang belum memiliki bentuk badan hukum Perseroan Terbatas.

Ciri-ciri utama modal ventura adalah pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal saham (equity financing) dengan jangka waktu tertentu. Dalam perkembangannya, penyertaan modal tersebut dapat dimodifikasi menjadi semi equity financing. Di samping itu, karakteristik lain modal ventura adalah tingginya risiko yang mungkin dihadapi oleh pemodal. Modal ventura adalah kumpulan dana (pool of funds) yang berasal dari investor, dikelola secara profesional untuk diinvestasikan kepada perusahaan yang membutuhkan modal. Oleh karena itu, dalam mekanisme modal ventura, paling sedikit ada tiga unsur yang terlibat secara langsung, yaitu:

1) Pemilik modal yang menginginkan keuntungan yang tinggi dari modal yang dimilikinya. Modal dari berbagai sumber atau investor tersebut dihimpun dalam suatu wadah atau lembaga khusus yang dibentuk untuk itu; atau disebut venture capital funds.

2) Profesional yang mempunyai keahlian dalam mengelola investasi dan mencari jenis investasi potensial. Profesional ini dapat berupa lembaga yang disebut perusahaan manajemen atau management venture capital fund company

1) Perusahaan yang membutuhkan modal untuk pengembangan usahanya. Perusahaan yang dibiayai ini disebut investee company atau perusahaan pasangan usaha.

Sama halnya dengan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) lainnya, prinsip kegiatan usaha perusahaan modal ventura juga ada yang berbasis syariah. Modal ventura syariah adalah bisnis pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu dengan berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Praktik modal ventura yang dilakukan berdasarkan akad syariah dan bergerak di usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah diakui.

f. Dana Pensiun

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Undang-Undang Dana Pensiun) bahwa dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Dengan demikian, jelas bahwa yang mengelola dana pensiun adalah perusahaan yang memiliki badan hukum seperti bank umum atau asuransi jiwa. Adapun jenis pensiun yang dapat dipilih oleh karyawan yang akan menghadapi pensiun antara lain:

1) Pensiun normal

2) Pensiun dipercepat

3) Pensiun ditunda

4) Pensiun cacat

Jenis-jenis dana pensiun menurut Pasal 2 Undang- Undang Dana Pensiun digolongkan menjadi dua, yakni:

1) Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Ketentuan tentang DPPK selanjutnya dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1992. DPPK adalah dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun dengan manfaat pasti bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawan sebagai peserta dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja. Dengan demikian, dana pensiun jenis ini disediakan langsung oleh pemberi kerja. Pendirian DPPK ini harus mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan.

2) Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Ketentuan tentang DPLK selanjutnya dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 1992. DPLK adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perseorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari DPPK bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Bagi masyarakat pekerja mandiri seperti dokter, petani, nelayan, dan sebagainya dimungkinkan untuk memanfaatkan DPLK. Tidak tertutup kemungkinan pula bagi para karyawan di suatu perusahaan untuk dapat memanfaatkan DPLK sesuai dengan kemampuannya. Pendirian DPLK oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa harus mendapatkan pengesahan dari Menteri Keuangan. Program Dana Pensiun mengupayakan suatu manfaat pensiun, dengan cara sebagai berikut:

1) Membayar iuran pensiun setiap bulan,

2) Selanjutnya dikembangkan (diinvestasikan),

3) Akhirnya akan membentuk saldo atau manfaat pensiun

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) OJK adalah lembaga independen bebas dari campur tangan pihak lain. OJK mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, baik dari sektor perbankan, pasar modal, maupun sektor jasa keuangan non-bank seperti asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, fintech, dan lembaga jasa keuangan lain.

OJK dibentuk untuk menghadirkan lembaga yang mampu menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan sektor keuangan, baik perbankan maupun lembaga keuangan non-bank. juga berperan dalam mengawasi lembaga lembaga atau industri keuangan secara terintegrasi. Di antara lembaga atau industri jasa keuangan yang diawasi OJK adalah lembaga perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lembaga lembaga penyedia jasa keuangan lainnya

2. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.

Fungsi OJK secara penuh baru dijalankan pada akhir tahun 2013 ketika pengawasan perbankan yang sebelumnya merupakan tugas dari Bank Indonesia beralih menjadi tugas sekaligus fungsi OJK. Sebelumnya sejak tahun 2012 telah dimulai berjalannya fungsi OJK secara bertahap satu demi satu sampai pada tahun 2013 resmi berjalan sepenuhnya dengan fungsi dan tugas yang penuh pula.

3. Visi Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.

Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah: 1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; 2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; 3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: 1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, 2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan 3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

APBN DAN APBD

 A P B N (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)

APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN merupakan salah satu perwujudan pasal 23 Undang-undang Dasar 1945 dan tahun 2020 APBN diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2019. Pengertian ini dijabarkan secara luas sebagai daftar yang merinci segala pendapatan dan pengeluaran suatu negara dalam satu periode.

Fungsi APBN

a) Fungsi Alokasi

Fungsi alokasi adalah salah satu fungsi yang bertujuan untuk membagi proporsionalitas anggaran dalam melakukan pengalokasian pembangunan dan pemerataan. Dalam fungsi ini, anggaran negara harus terarah untuk memangkas pengangguran dan inefisiensi dalam sumber daya dan menambah daya guna perekonomian.

b) Fungsi Distribusi

Sesuai namanya, distribusi, fungsi ini bertujuan untuk penyaluran dana kepada masyarakat berdasarkan alokasi yang sudah ditetapkan. Diharapkan, kebijakan dalam anggaran negara harus lebih teliti terhadap rasa pantas dan keadilan. Fungsi ini berguna untuk mencapai sama rasa dan sama rata antar wilayah dan daerah.

c) Fungsi Stabilisasi

Fungsi stabilitasi bermakna bahwa anggaran negara berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara masyarakat melalui intervensi guna mencegah inflasi.

d) Fungsi Otoritas

Fungsi otoritas mengandung artian bahwa anggaran negara adalah tonggak atau pokok pelaksanaan pendapatan dan belanja dalam setiap tahunnya.

e) Fungsi perencanaan

Perencanaan APBN berfungsi untuk mengalokasikan sumber daya sesuai dengan apa yang sudah direncanakan setiap tahunnya.

f) Fungsi regulasi

Fungsi regulasi APBN, digunakan untuk mendorong kebutuhan ekonomi suatu negara, dan bertujuan jangka panjang untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.

Tujuan APBN

a) Sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan.

b) Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR dan masyarakat luas.

c) Meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah.

d) Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal.

e) Memungkinkan pemerintah memenuhi prioritas belanja.

Jika kita perhatikan dari kelima tujuan diatas secara umum disusunnya APBN bertujuan untuk meningkatkan produksi serta kesempatan kerja,dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.

APBN disusun dengan tahapan sebagai berikut:

1) Pemerintah menyusun rencana APBN dalam bentuk nota keuangan melalui rapat dengan departemen dan lembaga teknis

2) Pengajuan RAPBN oleh Pemerintah kepada DPR

3) Pembahasan RAPBN oleh DPR dalam masa sidang

4) Persetujuan RAPBN oleh DPR menjadi APBN dengan undang-undang, jika tidak disetujui pemerintah menggunakan APBN tahun sebelumnya

5) APBN dilaksanakan dengan diperkuat oleh Keputusan Presiden tentang Pelaksanaan APBN.

KOMPONEN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

1.1 Pendapatan Dalam Negeri

Pendapatan Dalam Negeri artinya penerimaan yang sumbernya berasal dari kemampuan dalam negeri. Menurut UU RI Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, yang termasuk penerimaan dalam negeri yaitu sebagai berikut:

1) Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehanan hak atas tanah dan bangunan , cukai, dan pajak lainnya. Sedangkan Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak atau pungutan ekspor. Berdasarkan penjelasan di atas apakah anda telah meyumbangkan penerimaan untuk negara ?

2) Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima oleh negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negera, serta penerimaan negara bukan pajak lainnnya.

1.2 Penerimaan Hibah

Hibah atau pendapatan dari luar negeri merupakan hadiah dari negara-negara donor yang memberikan kontribusi dana untuk keberlangsungan proses pembangunan di dalam negeri. Hibah dicatat sebagai penerimaan pemerintah pusat yang diperoleh dari pemberi hibah dan tidak perlu dibayar kembali. Hibah dapat berasal dari dalam negeri atau luar negeri, Hibah yang diterima. Bentuk hibah bisa dalam bentuk uang, barang, jasa dan atau surat berharga.

2. Belanja Negara

Silahkan anda lihat kembali tabel APBN di atas. Jika kita perhatikan secara garis besar belanja negara dibagi dua yaitu Belanja Pemerintah Pusat dan Belanja Pemerintah Daerah. Anda pasti bertanya mengapa harus ada belanja negara? Pengelolaan suatu negera tentunya tidak terlepas dari kebutuhan belanja atau pengeluaran, namun pengeluaran yang dilakukan pemerintah tentunya memiliki tujuan

a. melaksanakan pembangunan nasonal,

b. meningkatkan kesejahtraan dan kemakmuran masyarakat,

c. memperlancar roda perekonomian,

d. membiayaan pengeluaran rutin dan pembangunan

e. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,

f. mewujudkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis,

2.1 Belanja Pemerintah Pusat

Baik kita lanjutkan pembahasan belanja pemerintah pusat, jika kita rinci belanja pemerintah pusat terdiri atas

2.1.1 Pengeluaran rutin

Pengeluaran rutin adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan rutin yang sifatnya permanen dan terus menerus. Pengeluaran rutin terdiri dari, belanja pegawai, belanja barang dan jasa , belanja perjalanan dinas, subsidi daerah otonom, bunga cicilan utang, dan pengeluaran rutin lainnya. Adapun yang termasuk pengeluaran rutin lainnya seperti pengeluaran untuk surat menyurat, giro pos, biaya pemilu dan subsidi-subsidi.

2.1.2 Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang ditujukan untuk pembiayaan proses perubahan, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju kearah yang ingin dicapai. Pada umumnya biaya pembangunan tersebut sudah diprogram dalam Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA). Pengeluaran pembangunan semuanya diprogramkan dalam berbagai proyek di setiap sektor/sub sektor. Pengeluran pembangunan sifatnya tidak rutin setiap tahun, tetapi bersifat temporer. Pengeluaran ini terdiri atas pembiayaan rupiah (pengeluaran pemerintah berupa barang-barang atau uang secara langsung) dan bantuan proyek (pengeluaran pemerintah berupa pembangunan unit-unit proyek)

2.2 Belanja Pemerintah Daerah

Jika diperhatikan tabel di atas belanja pemerintah daerah dialokasikan dalam tranfer ke daerah dan dana desa. Belanja pemerintah daerah terdiri atas:

2.2.1 Dana perimbangan yaitu alokasi dana pengelauaran pemerintah pusat yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dana perimbangan pemerintah derah meliputi:

a. Dana Bagi Hasil meliputi bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

b. Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu bantuan umum yang digunakan sesuai dengan prioritas pembangunan daerah batas arahan pemerintah pusat

c. Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu bantuan khusus yang digunakan dalam kegiatan pembangunan dengan sasaran sesuai dengan ketetapan pemerintah pusat

2.2.2 Dana otonomi khusus dan penyeimbang

Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, contoh pengalokasian untuk pembangunan di Provinsi Papua

Pengaruh APBN terhadap Perekonomian

Kali ini kita akan membahas tentang "Pengaruh APBN terhadap perekonomian" APBN singkatan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara. dengan APBN tujuan dan prioritas pembangunan sebuah negara dapat di rumuskan. bisa lebih fokus dengan adanya APBN. Akan di arahkan pembangunan nya ke arah mana melalui APBN dapat lebih mudah. lalu Apa pengaruh nya terhadap perekonomian. Dampak bagi masyarakat dan Negara.Pengaruh nya antara lain adalah;

1.1 Di sini dapat di ketahui besarnya GNP yaitu Gross National Product dari tahun ke tahun sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masyarakat.

1.2 Jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat di atur sehingga kestabilan keuangan atau moneter negara dapat terjaga

1.3 Industri - industri dalam negeri dapat berkembang karena masyarakat dapat ikut berinvestasi.

1.4 Bisa di ketahui sumber penerimaan dan penggunaan untk belanja pegawai dan belanja barang atau jasa serta yang lainnya sehingga memperlancar distribusi pendapatan.

1.5 Terbukanya bagi masyarakat untuk kesempatan kerja mereka, investasi negara serta pembangunan proyek negara dapat terlaksana. Terbuka kesempatan lapangan kerja baru bagi masyarakat

A P B D (ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH)

Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Menurut Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah daerah dan DPRD, serta ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan instrument kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran daerah juga digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran.

Berdasarkan pengertian di atas maka APBD yang dikeluarkan setiap tahun akan mencerminkan besaran pendapatan dan pengeluaran yang dibutuhkan unutk pengelolaan suatu daerah. Daerah yang dimaksud mulai dari Daerah Tingkat II kota dan kabupaten dan Daerah TK I Provinsi.

2. Fungsi dan tujuan APBD

2.1 Fungsi APBD

Pada pembahasan APBN kita sudah membahas fungsi APBN, selanjutnya kita membahas tentang APBD, tentunya kita bertanya apakah fungsi APBN dan APBD memiliki kesamaan?. Baik untuk membahas pertanyaan tersebut kita akan bahas tentang fungsi APBD.

Fungsi APBD Pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, APBD memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi otorisasi APBD bisa melaksanakan pendapatan dan belanja daerah di tahun bersangkutan. Otorisasi berarti pemberian kekuasaan pada pihak yang berwenang untuk melaksanakan anggaran, pendapatan, belanja dan pembiayaan sesuai APBD yang dibuat.

b. Fungsi perencanaan APBD menjadi sebuah pedoman bagi manajemen di dalam hal merencanakan sebuah aktivitas atau kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

c. Fungsi pengawasan APBD menjadi sebuah pedoman untuk bisa menilai apakah aktivitas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

d. Fungsi alokasi APBD diarahkan untuk bisa menciptakan lapangan kerja maupun mengurangi pengangguran. Serta meningkatkan efesiensi serta efektivitas perekonomian.

e. Fungsi distribusi – APBD adalah ‘uang rakyat’, maka penggunaannya pun harus digunakan untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyat di daerah yang bersangkutan. Penyusunan APBD ini harus bisa mendukung berbagai aktivitas daerah yang menjadi contoh kegiatan memajukan kesejahteraan umum daerah yang bersangkutan.

f. Fungsi stabilitasi APBD menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian pada suatu daerah.

2.2 Tujuan APBD

APBD disusun sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan serta belanja. Berikut beberapa tujuan APBD, di antaranya:

a. Membantu pemerintah daerah mencapai tujuan fiskal.

b. Meningkatkan pengaturan atau juga kordinasi tiap bagian yang berada di lingkungan pemerintah daerah.

c. Menciptakan efisiesnsi terhadap penyediaan barang dan jasa.

d. Menciptakan prioritas belanja pemerintah daerah.

3 Mekanisme Penyusunan APBD

Mekamisme penyusunan APBD dapat dirinci sebagai berikut:

a. Pemerintah daerah menyusun RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

b. Pemerintah daerah akan mengajukan RAPBD tersebut kepada DRPD untuk dirapatkan apakan RAPBD tersebut disetujui atau tidak.

c. Jika DPRD memutuskan untuk menyetujui RAPBD, maka RAPBD akan disahkan menjadi APBD.

d. APBD ditetapkan dengan perda paling lambat satu bulan setelah APBN disahkan

e. Perubahan APBD ditetapkan dengan Perda paling lambat tiga bulan sbelum berakhirnya anggaran

f. APBD yang telah ditetapkan dengan Perda disampaikan kepada gubernur bagi pemerintah kota/kabupaten dan kepada presiden melalui Mendagri bagi pemerintah provinsi

4 Komponen APBD

4.1 Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah didapatkan dari:

a. Pendapatan Asli Daerah

▪ Pajak Daerah (PBB, Pajak Cukai, Pajak Penghasilan, dll)

▪ Retrebusi Daerah seperti perizinan mendirikan usaha, tempat rekreasi, parkir

▪ Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

▪ Pendapatan Asli Daerah Lain-Lain

b. Dana Perimbangan

▪ Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

▪ Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber daripendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan dalam bentuk block grant, yaitu penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah.

▪ Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional seperti pendidikan, kesehatan dan lain ebagainya

c. Pendapatan Daerah Lain-Lain yang Sah

▪ Pendapatan Hibah

4.2 Belanja Daerah

a. Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung, yaitu belanja yang tidak memiliki kaitan langsung dengan program kerja dan kegiatan. Belanja tidak langsung biasa terdiri atas :

▪ Belanja Pegawai yang meliputi meliputi gaji dan tunjangan, tambahan penghasilan PNS, belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD dan biaya pemungutan pajak daerah.

▪ Belanja Bunga

▪ Belanja Subsidi

▪ Belanja Hibah

▪ Belanja Bantuan Sosial

▪ Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa dan Partai Politik

b. Belanja Langsung

Belanja langsung, yaitu belanja yang memiliki kaitan langsung dengan program kerja dan kegiatan daerah. Belanja langsung ini terdiri dari beberapa komponen lain yang lebih kecil lainnya seperti yaitu belanja pegawai termasuk honorarium PNS, honorarium non-PNS, uang lembur, belanja beasiswa pendidikan PNS, belanja kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis PNS. Selain itu, belanja langsung juga termasuk belanja barang dan jasa serta belanja modal.

5 Pengaruh APBD pada Pembangunan Ekonomi Daerah

APBD yang merupakan suatu rencana dalam pembangunan suatu daerah tentunya akan memiliki pengaruh atas beberapa sektor perekonomi yang ada di daerah tersebut, oleh sebab itu penyusunan APBD harus memperhatikan perencanaan pembanguan ekonomi, Berikut beberapa kesimpulan dari kajian pengaruh APBD terhadap pembanguan ekonomi sebagai berikut :

a. mengenai dampak dari pengelolaan Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah (APBD) mempengaruhi perekonomian yang dimiliki, kesejahteraan masyarakat yang ada di daerah

b. mampu mereduksi tingkat kemiskinan yang ada disuatu daerah secara signifikan.

c. mempengaruhi terhadap pengurangan atau penanggulangan masalah pengangguran yang dimiliki di daerah masing-masing.

d. mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonominya secara signifikan melalui alokasi APBD

Sumber : NURMAWAN, S.Pd, 2020. Modul Pembelajaran SMA Ekonomi (APBN dan APBD). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


PERPAJAKAN

3.7 Menganalisis perpajakan dalam pembangunan ekonomi

4.7 Menyajikan hasil analisis fungsi dan peran pajak dalam pembangunan ekonomi

UU NO 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Berdasarkan defini di atas, dapat kita simpulkan ciri pajak yaitu:

1. Iuran wajib pada negara.

2. Bersifat memaksa.

3. Dipungut berdasarkan undang-undang.

4. Tidak mendapat balas jasa.

5. Digunakan untuk membiayai kepentingan umum.

Fungsi Pajak

1. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)

Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara yang menghimpun dana ke kas negara untuk membiayai pengeluaran negara atau pembangunan nasional. Jadi, pajak digunakan membiayai pembangunan, memperluas lapangan pekerjaan, membangun infrastruktur serta gaji ASN.

Hal ini berkaitan dengan tugas utama negara melakukan pembangunan seperti menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pelayanan publik lainnya. Coba kalian pikirkan darimana pemerintah mendapatkan dananya? Tentu dari pajak. Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran tersebut sehingga fungsi pajak sebagai anggaran atau budgeter. Di Indonesia sendiri pajak merupakan penyumbang pendapatan negara terbesar. Jika dilihat dalam APBN tahun 2017, kontribusi pajak sebesar Rp1.283,6 triliun atau setara 83%.

2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulered)

Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial. Fungsi mengatur tersebut antara lain:

a. Memberikan proteksi terhadap barang produksi dalam negeri, misal Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

b. Pajak digunakan untuk menghambat laju inflasi.

c. Pajak digunakan untuk mendorong ekspor, misal pajak barang ekspor 0%.

d. Untuk menarik dan mengatur investasi modal untuk perekonomian yang produktif

3. Fungsi Pemerataan (Fungsi Distribution)

Pajak mempunyai fungsi pemerataan artinya dapat digunakan untuk menyeimbangkan dan menyesuaikan antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, pajak berfungsi untuk pemerataan pendapatan masyarakat.

Manfaat Pajak

Pajak yang dikumpulkan dari masyarakat tentunya sangat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Berikut beberapa manfaat pajak:

1. Belanja pegawai meliputi ASN, Polisi, TNI.

2. Pembangunan sarana umum seperti jembatan, jalan raya, sekolah, rumah sakit, terminal, bandara, irigasi pertanian, pasar.

3. Sumber pembiayaan alat keamanan negara dengan tujuan menciptakan rasa aman bagi masyarakat.

4. Memberi subsidi seperti subsidi pupuk, bahan bakar, dan subsidi listrik.

5. Membayar utang negara.

6. Menyediakan fasilitas bantuan beras, kesehatan, pendidikan gratis bagi masyarakat kurang mampu.

7. Menciptakan proyek lapangan kerja serta pembinaan dan penyediaan modal bagi Usaha Kecil dan Menengah

Tarif Pajak

1. Tarif Pajak Proporsional (sebanding)

Tarif pajak proporsional adalah tarif pajak yang pengenaan pajaknya tetap atas berapa pun dasar pengenaan pajaknya.

2. Tarif Pajak Tetap

Tarif pajak tetap adalah tarif pajak yang tetap untuk setiap dasar pengenaan pajak atau besarnya jumlah pajak yang dibayarkan sam

3. Tarif Pajak Degresif (Menurun)

Tarif pajak degresif adalah tarif yang pengenaannya menurun seiring peningkatan dasar pengenaan pajak.

4. Tarif Pajak Progresif (Naik)

Tarif pajak progresif adalah tarif pengenaan pajak yang bertambah seiring peningkatan dasar pengenaan pajak.

Perbedaan Pajak dengan Pungutan Resmi lainnya

1. Retribusi, adalah iuran rakyat yang disetorkan pada kas negara atas dasar pembangunan tertentu dari jasa atau barang milik negara yang digunakan orang-rang tertentu. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa retribusi:

a. Tidak ada unsur paksaan.

b. Pembayaran tergantung kemauan si pembayar.

c. Tidak selalu menggunakan undang-undang.

d. Kontraprestasi/balas jasa langsung dirasakan si pembayar.

Contoh: pembayaran listrik, langganan air PDAM, jalan tol.

2. Cukai, ialah iuran rakyat atas pemakaian barang-barang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, seperti rokok.

3. Bea Masuk, ialah bea yang dipungut atas sejumlah barang yang masuk ke daerah pabean Indonesia dengan maksud untuk dikonsumsi di dalam negeri. Sedangkan bea keluar dikenakan atas barang-barang yang akan keluar dari wilayah pabean Indonesia, dengan maksud barang itu akan diekspor.

4. Sumbangan adalah pungutan yang dilakukan pemerintah kepada segolongan orang tertentu. Pengumpulan dana ini dilakukan untuk mencapai satu tujuan dan hasil dari sumbangan tersebut dimasukkan ke dalam kas negara atau daerah. Jadi, pihak yang mendapatkan fasilitas dari sumbangan tersebut hanyalah orang-orang yang terlibat dalam pembayaran sumbangan. Contohnya adalah sumbangan wajib untuk perawatan dan pemeliharaan jalan.

Asas Pungutan Pajak

Pemungutan pajak pada dasarnya harus memperhatikan keadilan dan keabsahan. Beberapa ahli mengemukakan asas pemungutan pajak, diantaranya:

1. Menurut Adam Smith

Dalam bukunya The Wealth of Nation dengan ajaran yang terkenal ”The Four Maxims”, asas pemungutan pajak sebagai berikut:

a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan) pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

b. Asas Certainty (asas kepastian hukum) semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.

c. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan) pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

d. Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis) biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

Jenis-Jenis Pajak

Pajak di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan:

1. Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi:

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang harus dibayar pihak tertentu dan dapat dilimpahkan seluruhnya atau sebagian kepada pihak lain. Contoh Pajak Penjualan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Bea Impor.

2. Berdasarkan sasarannya/objeknya, digolongkan menjadi:

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang pemungutannya berdasarkan subjeknya (orangnya), dengan memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh Pajak Penghasilan, Pajak Kekayaan.

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang pemungutannya berdasarkan objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah.

3. Berdasarkan siapa yang memungut, pajak digolongkan menjadi:

a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui aparatnya yaitu Dirjen Pajak, Kantor Inspeksi Pajak, Dirjen Bea Cukai. Contoh Pajak Penghasilan, Pajak Penjualan Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik oleh pemerintah Provinsi maupun pemerintah Kota/Kabupaten. Contoh Pajak Kendaran Bermotor, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Reklame.

SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA

Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia

Setiap negara memiliki sistem atau cara dalam pemungutan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Pemungutan pajak secara umum mengenal tiga sistem, yaitu:

1. Official Assesment Sistem, yaitu sistem yang memberikan kewenangan pemerintah atau petugas pemungut pajak untuk menghitung dan menentukan jumlah pajak terutang yang harus dibayar wajib pajak. Perhitungan pajak terutang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak. Contoh Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Self Assesment System, yaitu sistem yang memberikan kepercayaan dan kewenangan pada wajib pajak untuk menghitung, menentukan besarnya pajak, melaporkan dan membayarnya sendiri. Pada sistem ini petugas pajak melakukan pengawasan dan bimbingan pada wajib pajak, selain penegakan hukum. Contoh Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barangf Mewah (PPn-BM).

3. With Holding System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong atau memungut, dan menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Contoh pemotongan pajak penghasilan karyawan (PPh pasal 21)


Keterangan gambar:

1. Wajib pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau secara online.

2. Setelah terdaftar, wajib pajak harus menghitung jumlah pajak yang terutang, atas dasar itu membayarnya ke Bank yang ditunjuk Pemerintah atau kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

3. Wajib Pajak mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dan melaporkannya secara langsung ke KPP atau mengirimkan dokumen SSP lembar ketiga dan SPTnya.

4. Wajib pajak akan mendapat tanda terima penyampaian SPT.

Objek Pajak

Objek pajak adalah segala sesuatu yang menurut undang-undang dijadikan dasar pengenaan pajak. Sistem perpajakan di Indonesia diatur sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh).

3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai dan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Materai.

1. Pajak Penghasilan (PPh)

a. Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada orang pribadi atau badan (subjek pajak) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. 

b. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan membayar pajak berdasarkan kemampuan dan kondisinya. Dalam Pasal 2, subjek pajak adalah orang pribadi atau perseorangan dan warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan. Badan yang berbentuk perseroan terbatas, perseroan komanditer, yayasan, badan usaha milik negara atau daerah, dan persekutuan lainnya, juga termasuk sebagai subjek pajak. Selain kedua pihak tersebut, bentuk usaha tetap juga dimasukkan dalam kelompok subjek pajak. 

c. Objek Pajak, yaitu penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat dipakai untuk kegiatan konsumsi atau menambah kekayaan. Berikut ini contoh objek pajak penghasilan:

1) Gaji, upah, tunjangan, honorarium, uang pensiun, gratifikasi, komisi, bonus, dan imbalan lainnya atas pekerjaan atau jasa.

2) Hadiah yang berasal dari undian atau pekerjaan dan penghargaan.

3) Laba usaha, keuntungan yang berasal dari penjualan atau pengalihan harta, keuntungan atas pembebasan utang, dan keuntungan selisih kurs mata uang.

4) Bunga premium, diskonto, imbalan karena jaminan pengembalian utang, dividen, dan premi asuransi.

5) Royalti, sewa dan penghasilan yang berhubungan dengan kegiatan penggunaan harta, serta penghasilan yang berasal dari usaha berbasis syariah.

6) Tambahan kekayaan neto dari penghasilan yang belum terkena pajak, dan sebagainya.

d. Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto Wajib Pajak. Besar PTKP ditentukan oleh pemerintah, khususnya Menteri Keuangan, berdasarkan perkembangan ekonomi dan  harga kebutuhan pokok di Indonesia. Selain aturan yang tertera dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, terdapat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian PTKP. Dalam aturan baru ini, jumlah PTKP:

1) Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) per tahun atau Rp4.500.000,00 per bulan.

2) Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin sebesar Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per tahun atau Rp375.000,00 per bulan.

3) Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) sebesar Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) per tahun atau Rp4.500.000,00 per bulan.

4) Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per tahun atau Rp375.000,00 per bulan

e. Tarif Pajak Penghasilan

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17, Tarif Pajak yang ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak dan besarnya Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan PKP (Penghasilan Kena Pajak).

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Pasal 17, Tarif Pajak yang ditetapkan atas penghasilan sebagai berikut:


Contoh 1:

Penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi, Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp525.000.000,00. Maka Pajak Penghasilan yang terutang:

5% x Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00

15% x Rp200.000.000,00 = Rp30.000.000,00

25% x Rp250.000.000,00 = Rp62.500.000,00

30% x Rp 25.000.000,00 = Rp7.500.000,00 +

Jumlah Pajak terutang = Rp102.500.000,00

Contoh 2:

Pak Yusuf sebagai karyawan di sebuah Perusahaan, penghasilan neto setiap bulannya Rp25.000.000,00. Pak Yusuf sudah menikah dan istrinya tidak bekerja dan mempunyai 4 anak. Pak Yusuf memiliki NPWP.

Berapakah pajak terutang setiap bulannya?


2) Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap

Untuk menghitung pajak ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Wajib Pajak Badan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

a) Peredaran Bruto (omzet)

Merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/ outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya.

b) Objek Pajaknya

Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak, serta besarnya pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet).

c) Jenis usaha yang dikenakan

Jenis usaha yang dikenakan diantaranya: usaha dagang, industri, dan jasa, seperti misalnya toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya.

d) Subjek Pajaknya

Subyek pajak adalah orang pribadi dan badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak.

Contoh 1: Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2018 sebesar Rp4,5 miliar dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp500 juta. Penghitungan pajak yang terutang: seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif PPh badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT. X tidak melebihi Rp4,8 miliar. 

PPh yang terutang: (50% x 25%) x Rp500 juta = Rp62,5 juta.

Contoh 2: Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2018 sebesar Rp30 miliar dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp3 miliar. Penghitungan penghasilan kena pajak yang mendapat fasilitas dan tidak mendapat fasilitas: 

• Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: (Rp4,8 miliar : Rp30 miliar) x Rp3 miliar = Rp480 juta. 

• Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp3 miliar – Rp480 juta = Rp2,52 miliar. 

PPh yang terutang: 

• (50% x 25%) x Rp480 juta = Rp60 juta. 

• 25% x Rp2,52 miliar = Rp630 juta. 

Jumlah PPh yang terutang = Rp60 juta + Rp630 juta = Rp690 juta.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 

Apa itu PPN? Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah konsumen akhir. PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dikenakan dan disetorkan oleh pengusaha atau perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun beban PPN tersebut ditanggung oleh konsumen akhir. Sejak 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia wajib membuat faktur pajak elektronik atau e-Faktur untuk menghindari penerbitan faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN kepada lawan transaksinya. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan di samping PPN, artinya untuk barang mewah selain kena PPN juga dikenakan PPnBM.

b. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:

1) Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

2) Impor Barang Kena Pajak.

3) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

4) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

5) Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

c. Tarif Pajak PPN dan PPnBM Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang No.42 tahun 2009 pasal 7:

1) Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).

2) Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

o Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.

o Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

o Ekspor Jasa Kena Pajak.

3) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah. Menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200% (dua ratus persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen). Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:

o Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok.

o Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.

o Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.

o Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial. PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Contoh 1:

Seorang PKP bernama Ibrahim menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp30.000.000,00.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp30.000.000,00 = Rp3.000.000,00. PPN sebesar Rp3.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak Ibrahim.

Contoh 2: Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00. Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:

Dasar Pengenaan Pajak = Rp5.000.000,00

PPN = 10% x Rp5.000.000,00 = Rp500.000,00.

PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00= Rp1.000.000,00

3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) a. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pada bulan September 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Atas dasar tersebut pemerintah mengalihkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan(PBB-P2) menjadi Pajak Daerah.

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Mulai tanggal 1 Januari 2014 PBB Perdesaan dan Perkotaan merupakan Pajak Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.

b. Subjek Pajak PBB Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal berikut ini:

1) Mempunyai hak atas bumi.

2) Memperoleh manfaat atas bumi.

3) Memiliki bangunan.

4) Menguasai bangunan.

5) Memperoleh manfaat atas bangunan.

c. Objek Pajak PBB Menurut pasal 77 ayat 1 UU Nomor 28 Tahun 2009, Objek pajak PBB adalah Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan menurut pasal 3, objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan adalah: 

1) Digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; 

2) Digunakan semata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; 

3) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, atau tanah negara yang belum dibebani suatu hak; 

4) Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; 

5) Digunakan oleh badan atau perwakilam lembaga internasional yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan.

d. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 

Berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 80 tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP). Sedangkan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling rendah Rp10.000.000,00 untuk setiap Wajib pajak dan Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)

Contoh

Tuan Yunus memiliki objek pajak yang berkaitan dengan tanah dan bangunan:

Tanah seluas 500 m2 dengan nilai Jualnya Rp500.000,00 per m2, rumah seluas 200 m2 dengan nilai jualnya Rp600.000,00 per m2.

Hitunglah besarnya PBB yang terutang jika diketahui besarnya NJOPTKP Rp10.000.000,00 dan tarif yang dikenakan sebesar 0,1%.

Jawab:

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Tanah: 500 m2 x Rp 500.000,00 = Rp250.000.000,00

Bangunan: 200 m2 x Rp 600.000,00 = Rp120.000.000,00 +

= Rp370.000.000,00

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp10.000.000,00 (–)

NJOP untuk Penghitungan PBB = Rp360.000.000,00

================

PBB Terutang = 0,1% x Rp360.000.000,00 = Rp 360.000,00

4. Bea Materai

a. Pengertian Bea Materai Bea meterai merupakan pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau diserahkan kepada pihak lain jika dokumen itu hanya dibuat oleh satu pihak.

b. Dokumen yang dikenakan Bea Materai Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai, berikut ini daftar dokumen yang dikenakan materai.

1) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata.

2) Akta-akta notaris termasuk salinannya.

3) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.

4) Surat yang memuat jumlah uang, di antaranya: Surat yang menyebutkan penerimaan uang, surat yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank, surat yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank, surat yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungan.

5) Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep.

6) Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengendalian, yaitu: Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dari maksud semula.

7) Tarif Bea materai

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kuitansi pembayaran, surat berharga dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal di atas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 2000, besarnya bea meterai sebagai berikut:

1. Surat perjanjian, akta notaris, akta PPAT, surat lamaran sebesar Rp6.000,00.

2. Dokumen nominal Rp250.000,00 sampai dengan Rp1.000.000,00 sebesar Rp3.000,00. Lebih dari Rp1.000.000,00 sebesar Rp 6.000,00.

3. Cek dan bilyet giro sebesar Rp3.000,00.

sumber :

Yanti Herlinawati, M.Pd., 2020. Modul Pembelajaran SMA Ekonomi (Perpajakan); Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat SMA, Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS, dan DIKMEN,.